Selasa, 03 November 2009

undang undang Kesehatan

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 1204/MENKES/SK/X/2004
TENTANG
PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
RUMAH SAKIT
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3237);
3. Undang-Undang Nomo 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Menular (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3676);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun
1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3447);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3815);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

Lingkungan Sehat

Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Salah satu fenomena utama yang berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan adalah perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap derajat dan upaya kesehatan.

A. Pengertian
• Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar kita, baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata ataupun abstrak termasuk manusia lainnya. Serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen dialam tersebut.
• Dalam Indonesia sehat 2010: lingkungan yang diharapkan adalah
• Yang kondusif bagi terwujudnya keadaan lingkungan yang bebas dari polusi
• Tersedianya air bersih
• Sanitasi lingkungan yang memadai
• Pemukiman yang sehat
• Perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan
• Terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong.
• Perilaku masyarakat Indonesia sehat 2010 adalah yang bersifat proaktif untuk :
• Memelihara dan meningkatkan kesehatan
• Mencegah terjadinya penyakit
• Melindungi diri dari ancaman penyakit
• berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat
• kemampuan masyarakat yang diharapkan pada masa depan adalah mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan

• Prinsip-prinsip pembangunan kesehatan
• Dasar perikemanusiaan
• Dasar adil dan merata
• Dasar pemberdayaan dan kemandirian
• dasar pengutamaan dan manfaat
• Sustainable development atau pembangunan berwawasan lingkungan pada dasarnya adalah pembangunan yang mampu membawa rakyat secara merata memperoleh kebutuhan hidupnya. Dalam arti terpenuhi kebutuhan materiil dan spiritual termasuk kualitas lingkungan yang layak huni tanpa terkena derita penyakit menahun dan makin subur sebagai sumber daya alam untuk kelangsungan kehidupan generasi penerusnya.
• Hygiene atau sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, social atau ekonomi yaitu mempengaruhi kesehatan manusia dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan.
• Ditinjau dari luasnya lingkup,maka masalah lingkungan dapat dibagi menjadi 3 kelompok dasar:
• Lingkungan Rumah Tangga atau mikro (Mikro environtment)
• Lingkungan Khusus atau lingkungan kerja (Meso environtment)
• lingkungan luas atau makro (makro environtment)
Dengan membagi semua masalah lingkungan dalam tiga kelompok ini diharapkan upaya penanganan dapat dilakukan dengan lebih terarah.

• LINGKUNGAN MIKRO
Masalah lingkungan yang tergolong dalam lingkup mikro atau lingkungan rumah tangga adalah :
1. Kualitas rumah
2. Penyediaan air minum
3. sanitasi makanan
4. pembuangan tinja
5. pembuangan sampah rumah tangga
6. pembuangan air kotor



masalah kesehatan mikro:
• Kualitas rumah
Keadaan perumahan adalah salah satu factor yang menentukan keadaan hygiene dan sanitasi lingkungan.
Seperti yang dikemukakan WHO bahwa perumahan yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya kejadian penyakit dalam masyarakat.

Syarat rumah sehat (Winslow)
• Memenuhi kebutuhan fisiologis
• Memenuhi kebutuhan psikologis
• Harus dapat menghindarkan dari kecelakaan
• Harus dapat menghindarkan dari terjadinya penyakit
Masalah perumahan : adanya rumah-rumah yang tidak sehat
Upaya penanggulangannya :
• Pembangunan rumah-rumah sehat dengan harga terjangkau
• Penyuluhan pentingnya rumah sehat
• Penyuluhan modifikasi rumah sehat
• Menurunkan tingkat suku bunga : memudahkan kepemilikan rumah sehat
• Penyediaan Air Minum
Hidup kita tidak dapat lepas dari air. Air ini diperlukan untuk minum, memasak, mandi, mencuci, membersihkan dan keperluan lainnya. Untuk itu diperlukan air yang memenuhi syarat kesehatan baik kualitas maupun kuantitasnya.
Masalah penyediaan air minum :
• Belum tersedianya cukup air bersih (kualitas) bagi keperluan rumah tangga
• Persediaan air rumah tangga yang masih belum memenuhi syarat – syarat kesehatan secara kualitas
• Sumber – sumber air yang tercemar.
Upaya penanggulangannya :
• Penyediaan tambahan air bersih bagi daerah yang kesulitan air
• Perbaikan mutu dan kinerja pelayanan air oleh pemerintah (PAM)
• Perbaikan sarana penyediaan air
• Penyuluhan tentang cara pemanfaatan sumber air dengan benar
• Penyuluhan tentang pembuatan sumur
• Penyuluhan tentang desinfeksi air sumur
• Purifikasi air (pengolahan air permukaan)
• Sanitasi makanan
Makanan yang sehat dan bergizi merupakan modal utama tubuh dalam metabolisme. Diperlukan sanitasi makanan yang baik agar makanan yang dikonsumsi benar-benar memenuhi persyaratan sehat yang dapat menjadikan jasmani kuat.

• Masalah :
• Pencemaran bahan – bahan makanan
• penggunaan bahan-bahan pengawet dan pewarna
• pengolahan bahan makanan yang kurang benar
• penanggulangannya
• Upaya penyuluhan cara pemakaian pupuk dan pembasmi hama yang benar pada tanaman
• pencegahan penyakit pada ternak
• penyuluhan tentang bahan pengawet dan pewarna makanan
• pemeriksaan secara berkala pada jenis-jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat (BPOM)
• penyuluhan cara pengolahan bahan makanan yang benar

• Pembuangan tinja
Pembuangan kotoran (Feces dan urine) yang tidak menurut aturan, memudahkan terjadinya “water borne disease”
Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan Ehlers dan steel) adalah :
• Tidak mengotori tanah permukaan
• Tidak mengotori air permukaan
• Tidak mengotori air dalam tanah
• Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya
• Kakus harus terlindung dari penglihatan orang lain
• Pembuatannya mudah dan murah
Masalah :
• Tidak tersedianya jamban (kakus) keluarga
• Adanya jamban yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan
Penanggulangan:
• Penyediaan jamban sehat
• Penyuluhan tentang perlunya jamban sehat

• Pembuangan sampah rumah tangga
Sampah adalah semua zat / benda yang sudah tidak terpakai lagi.
Garbage : sisa pengolahan ataupun sisa makanan yang mudah membusuk
Rubbish : sisa pengolahan ataupun sisa makanan yang tidak mudah membusuk
• Dari sampah harus diperhatikan:
• Penyimpanan (Storage)
• pengumpulan (Collection)
• pembuangan (disposal)
• masalah :
• Pembuangan sampah yang tidak tertib (kurang kesadaran)
• tempat sampah yang tidak dikelola dengan baik
• Penanggulangan :
• Peningkatan kesadaran masyarakat untuk membuang sampah dengan benar
• pembuatan tempat sampah sementara pada tingkat keluarga
• pengelolaan tempat pembuangan akhir dengan baik
• pengolahan sampah daur ulang

• Pembuangan air limbah (sewage disposal)
Air limbah : excreto manusia, air kotor dari dapur , kamar mandi, WC, air kotor permukaan tanah dan air hujan
Masalah :
pembuangan limbah rumah tangga yang tidak memenuhi sarat
Penanggulangnnya:
Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pengolahan limbah yang benar

• LINGKUNGAN MESO
Masalah yang masuk lingkungan meso (lingkungan kerja) adalah :
• Keselamatan kerja
• pencemaran di lingkungan kerja
• sanitasi di tempat kerja
• penyakit akibat kerja
• faal kerja/ ergonomi
Permasalahan lingkup meso ini relatif lebih mudah diatasi karena menyangkut kondisi pekerjaan disuatu perusahaan yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja yang merupakan perhatian utama pemilik usaha.
Tingkat – tingkat pencegahan gangguan kesehatan dan kecelakaan akibat kerja
• Peningkatan kesehatan (Health Promotion)
• Pendidikan kesehatan kepada pekerja
• Peningkatan dan perbaikan gizi pekerja
• Perkembangan kejiwaan pekerja yang sehat
• Penyediaan perumbahan pekerja yang sehat
• Rekreasi bagi pekerja
• Penyediaan tempat dan lingkungan kerja yang sehat
• Pemeriksaan sebelum bekerja
• Perhatian terhadap faktor – faktor keturunan
• Perlindungan khusus (Specific protection)
• Pemberian imunisasi
• Hygiene kerja yang baik
• Sanitasi lingkungan kerja yang sehat
• Perlindungan diri terhadap bahaya – bahaya pekerjaan
• Pengendalian bahaya akibat kerja agar dalam keadaan aman
• Perlindungan terhadap faktor karsinogen
• Menghindari sebab-sebab alergi
• Perserasian manusia (pekerja) dengan mesin
• Diagnosa dini dan pengobatan yang tetap
(Early Diagnosis & Prompt Treatment)
• Mencari tenaga kerja baik perorangan atau kelompok terhadap gangguan – gangguan penyakit tertentu
• General check up secar teratur dengan tujuan :
• Mengobati dan mencegah proses penyakit
• Mencegah penularan penyakit
• Mencegah komplikasi
• Penyaringan
• Pencegahan kecacatan (Disabillity Limitation)
• Proses yang adekuat untuk mencegah dan menghentikan proses penyakit
• Perawatan yang baik
• Penyediaan fasilitas untuk membatasi kecacatan dan mencegah kematian
• Pemulihan (Rehabilitation)
• Latihan dan pendidikan untuk melatih kemampuan yang ada
• Pendidikan masyarakat untuk menggunakan tenaga cacat
• Penempatan tenaga cacat secara selektif
• Terapi kerja di rumah sakit
• Penyediaan tempat kerja yang dilindungi

Upaya - upaya pencegahan penyakit akibat kerja
• Substitusi
Yaitu mengganti bahan-bahan yang berbahaya dengan bahan-bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali
• Ventilasi umum
Yaitu mengalirkan sebanyak-banyaknya menurut perhitungan kedalam ruang kerja, agar bahan-bahan yang berbahaya ini lebih rendah dari kadar yang membahayakan yaitu kadar pada nilai ambang batas.
• Ventilasi keluar setempat (local exhausters)
Alat yang dapat menghisap udara dari suatu tempat kerja tertentu agar bahan-bahan yang berbahaya dari tempat tersebut dapat dialirkan keluar
• isolasi
adalah cara mengisolasi proses perusahaan yang membahayakan misal isolasi mesin yang hiruk pikuk sehingga kegaduhan yang disebabkannya menurun dan tidak menjadi gangguan pada pekerja
• Pakaian / alat pelindung
Alat pelindung dalam pekerjaan dapat berupa kacamata, masker, helm, sarung tangan, sepatu atau pakaian khusus yang didesain khusus untuk pekerjaan tertentu
• pemeriksaan sebelum kerja
yaitu pemeriksaan kesehatan pada calon pekerja untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut sesuai dengan pekerjaan yang akan diberikan baik fisik maupun mentalnya
• pemeriksaan kesehatan secara berkala
adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan secara berkala terhadap pekerja apakah ada gangguan kesehatan yang timbul akibat pekerjaan yang dilakukan. Disesuaikan dengan kebutuhan bisa 6 bulan / tahun sekali
• penerangan sebelum bekerja
Bertujuan agar pekerja mengetahui dan mematuhi peraturan-peraturan sehingga dalam bekerja lebih hati-hati dan tidak terkena penyakit-penyakit akibat perkerjaan
• pendidikan kesehatan
sangat penting untuk keselamatan dalam bekerja sehingga pekerja tetap waspada dalam melaksanakan pekerjaannya

Lintas Sejarah Perumahan Pemukiman

LINTASAN SEJARAH
PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI INDONESIA

Periode Pra Kemerdekaan

Tahun 1926 Pemerintah Hindia Belanda memprakarsai pendirian Perusahaan Pembangunan Perumahan Rakyat (N.V Volkshuisvesting) di 13 kotapraja dan kabupaten dan dilakukan kegiatan penyuluhan perumahan rakyat dan perbaikan kampong (kampong verbetering) dalam rangka penanggulangan penyakit pes
Tahun 1934 diterbitkan Peraturan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Burgelijke Woning Regeling/ BWR)

Periode 1950 – 1956

25 Agustus – 30 Agustus 1950 Kongres Perumahan Rakyat Sehat di Bandung, dihadiri peserta dari 63 kotapraja/ kabupaten, 4 provinsi.
22 Maret 1951 terbit Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Tentang Pembentukan Badan Pembantu Perumahan Rakyat
25 April 1952 terbit Keputusan Presiden No. 65 Tahun 1952 Tentang Pembentukan Jawatan Perumahan Rakyat di lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga
Tahun 1953 melalui Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1953, Pemerintah Pusat menyerahkan sebagian urusan mengenai pekerjaan umum kepada Pemerintah Provinsi.
1 Maret 1955 dibentuk Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan di Bandung yang juga menjalankan fungsi sebagai
United Nation Regional Housing Centre untuk kawasan Asia Tenggara

Periode 1956 – 1966

Tahun 1957 diterbitkan Undang-undang No. 72 Tahun 1957 yang mengatur penyelenggaraan penjualan rumah negeri golongan III kepada
Pegawai negeri.
Tahun 1958 diterbitkan Undang-undang No. 3 Tahun 1958 yang mengatur penghunian rumah melalui Surat Izin Penghunian oleh
Kantor Urusan Perumahan
Tahun 1960 Dewan Perancang Nasional menyusun Rancangan Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahun
1961 – 1969, yang antara lain memasukan pemikiran Bank Perumahan.
Tahun 1961 dibentuk 200 Yayasan Kas Pembangunan yang membangun dan menyewabelikan rumah lebih rendah dari pada harga pasaran kepada anggota penabung selama 20 tahun, dengan jumlah rumah terbangun dalam kurun waktu sepuluh tahun sebanyak 12.640 unit.
Tahun 1962 diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 6 Tahun 1962 yang mengatur kebebasan membangun rumah dan menetapkan penggunaannya untuk ditempati sendiri,
disewakan atau dijual.
Tahun 1963 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1963 yang menugaskan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik menyediakan pola bantuan berupa contoh rumah dan diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 yang mengatur tentang hubungan dan hak sewa menyewa, harga sewa dan penyelesaian sengketa serta diterbitkan
Keputusan Presiden No. 237 Tahun 1963 Tentang
Badan Perancang Perumahan
Tahun 1964 disahkan Undang-undang No. 1 Tahun 1964 Tentang
Pokok Perumahan

Periode 1966 – 1972

Dalam PELITA I perumahan rakyat menjadi salah satu sektor dikenal dengan nama sektor O/ Papan, dari 17 sektor pengendalian operasional pembangunan lima tahun dan diketuai oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik dengan anggota 10 Menteri ditambah Gubernur Bank Indonesia dan Ketua LIPI
Tahun 1970 dibentuk 4 Building Information Centre di Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Denpasar
6 Mei 1972 Lokakarya Nasional Kebijaksanaan Perumahan dan Pembiayaan Pembangunan dibuka presiden RI di Bina Graha Jakarta
Tahun 1972 dibentuk asosiasi Real Estat Indonesia (REI)
Dalam periode ini diperkenalkan Program P 1000 yang merupakan ujicoba pembangunan rumah sebesar 1000 unit di Jakarta, Karawang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Jember.

Periode 1974 – 1979

Tahun 1974 dibentuk Badan Kebijaksanaan Nasional Perumahan melalui Keputusan Presiden No. 35 Tahun 1974
Tahun 1974 dibentuk Perum Perumnas melalui Peraturan Pemerintah
No. 29 Tahun 1974
Tahun 1974 berdasarkan Surat Menteri Keuangan, Bank Tabungan Negara ditugaskan sebagai Bank yang memberikan Kredit Pemilikan Rumah.
Tahun 1976 UN Habitat menghasilkan Vancouver Declaration
Dalam periode ini dilakukan perluasan Building Information Centre (BIC) di seluruh provinsi dan diperkenalkan 3 program pokok, meliputi 2 program di perkotaan, yaitu pembangunan 73.000 unit rumah sederhana dan Perintisan Perbaikan Kampung (KIP), dan uji coba Site & Services serta 1 program di perdesaaan, yaitu bimbingan teknis dan stimulan bagi 1.000 desa melalui Perintisan Pemugaran Perumahan Desa (P3D).

Periode 1979 – 1984

Tahun 1979 dibentuk Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat
Tahun 1981 dibentuk PT. Papan Sejahtera
Dalam periode ini target pembangunan rumah sederhana ditetapkan 150.000 unit, KIP di 200 kota, P3D di 6.000 desa, dan pengadaan air bersih dan sanitasi lingkungan di 500 Ibukota Kecamatan

Periode 1984 – 1989

Tahun 1979 dibentuk Menteri Negara Perumahan Rakyat Tahun 1985 terbit Undang-undang No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun
Tahun 1987 ditetapkan PBB sebagai Tahun Papan Sedunia dan memperkenalkan Global Shelter Strategy (GSS 2000) yang menitik beratkan Enabling Strategy dalam pembangunan perumahan.
Dalam periode ini terdapat 4 program di perkotaan dan 2 program di perdesaaan, yaitu Pembangunan Perumahan Sederhana dengan target sebesar 280.000 unit, P3KT, KIP di 400 kota, Market Infrastructure Improvement Programme (MIIP) di 100 kota dan peremajaan kota seluas 100 Ha, serta P2DPP dan P2LDT di 10.000 desa.

Periode 1989 – 1994

Tahun 1990 diterbitkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 1990 yang berisi ketentuan mengenai peremajaan kota di atas tanah negara.
Tahun 1992 diterbitkan Undang-undang Perumahan dan Permukiman
Tahun 1992 diselenggarakan Lokakarya Nasional Perumahan dan Permukiman di Jakarta dan pencanangan Gerakan Nasional Perumahan dan Permukiman Sehat (GNPPS)
Tahun 1994 dibentuk Badan Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N) melalui
Keputusan Presiden No. 37 Tahun 1994
Dalam periode ini ditargetkan pembangunan 450.000 rumah sederhana, penanganan terpadu untuk KIP di 400 kota, MIIP di 100 kota, peremajaan kota seluas 1.450 Ha, P2LDT di 20.000 desa dan P2DPP di 1.000 desa

Periode 1994 – 1998

Dalam periode ini ditargetkan pembangunan 500.000 unit Rumah Inti, Rumah Sangat Sederhana dan Rumah Sederhana, perbaikan kawasan kumuh di 125 kota seluas 21.250 Ha, peremajaan kawasan kumuh seluas 750 Ha, penyediaan prasarana dan sarana perdesaan di 21.000 kawasan dengan konsep Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D), pembangunan prasarana air limbah di 9 kota metropolitan dan kota besar, 200 kota sedang dan kecil serta 20.000 desa yang melayani 13 juta penduduk perkotaan dan 4 juta penduduk perdesaan, peningkatan pengelolaan persampahan dan penanganan drainase di 20 kota metropolitan dan kota besar serta 200 kota sedang dan kecil.

Periode 1998 – 2004

Tahun 1998 Menteri Negara Perumahan Rakyat dirubah menjadi Menteri Negara Perumahan dan Permukiman.
Tahun 1999 Menteri Negara Perumahan dan Permukiman dan Departemen Pekerjaan Umum dilebur menjadi Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, dan Menteri Negara Pekerjaan Umum dimana
penanganan perumahan dan permukiman dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengembangan Permukiman dan
Direktorat Jenderal Perkotaan dan Perdesaan. (Keppres 63/2000)
Tahun 2002 Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah dirubah menjadi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, dan Direktorat Jenderal Pengembangan Permukiman dirubah menjadi Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman.
Tahun 2002 diperkenalkan Rumah Sederhana Sehat sebagai pengganti Rumah Sangat Sederhana dan Rumah Sederhana
Tahun 2002 Presiden Megawati Sukarnoputri mencanangkan Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah (GNPSR) di Denpasar Bali dalam rangka peringatan Hari Habitat Dunia


Periode 2004 – Sekarang

Tahun 2004 dibentuk Kementerian Negara Perumahan Rakyat
Tahun 2004 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2004 Tentang Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional
Tahun 2005 dibentuk PT. Sarana Multigriya Finance (SMF)
Dalam periode ini dicantumkan target-target pembangunan perumahan dengan rincian rumah sederhana sehat sebesar 1.350.000 unit, rumah susun sederhana sewa sebesar 60.000 unit dan rumah susun sederhana milik dengan peranswasta sebesar 25.000 unit
Desember 2006 diterbitkan Keputusan presiden No. 22 Tahun 2006 Tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan.
Tanggal 5 April 2007 Pemancangan Pertama Pembangunan Rusunami oleh Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono di Pulogebang Jakarta
Tahun 2007 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2007 yang menyatakan Rusunami sebagai barang strategis, dan dibebaskan dari PPN